"Bil ayo ke kantin" Faisal mengambil buku yang sedang kubaca.
"Ck, balikin." aku berdiri untuk meraih buku ku. Sialan, kenapa Faisal begitu tinggi? Aku iri dengan nya.
"Ayo ke kantin dulu! Aku lapaarr.." Faisal memasang muka memelas. Ingin sekali aku memukulnya.
Aku menyerah. Kalau sudah seperti ini, keinginannya tidak dituruti dia akan menggangguku terus.
"Ya sudah, cepat!" Aku melangkah keluar kelas, tapi aku merasa tidak ada yang membuntuti ku.
"Hei! jadi tidak?!" Sungguh. Kalau ada kontes manusia tersabar, aku selalu juara satunya.
"Wow! Kau baca Laut Bercerita juga?" Kalau saja sekolah ini tidak punya peraturan tidak boleh menggunakan kekerasan, sudah berkali-kali aku memukul dan menghajarnya.
"Buku ini sangat rumit, aku tidak terlalu mengerti. kenapa kau membacanya?" Aku mendengus kesal dan kembali menghampiri nya ke kelas.
"Aku membacanya untuk membantuku belajar sejarah" Faisal hanya manggut-manggut sambil membolak-balikkan buku ku.
"Hmm.. ya.. kau benar. Buku ini tidak serumit cantik itu luka" dia meletakkan buku ku di meja dan menarikku keluar kelas. Sungguh aku ingin memukulnya.
Saat kami menyusuri koridor untuk pergi ke kantin ada saja orang yang menyapanya. dan yang paling membuatku malas berjalan bersamanya adalah-
"Aaaa! ini bang Faisal anak MIPA 1 ya! boleh minta nomor nya?"
Ya, selalu saja banyak perempuan yang menghampiri dan bahkan memberinya hadiah dan masih banyak lagi Aku sudah muak. Pertama karena tingkah Faisal selalu menyebalkan, kedua karena para kaum hawa sudah seperti semut yang menghampiri manisan. Ya.. dia memang manis sih. Tidak seperti ku yang masam, kebanyakan orang tidak menyukai ku. Aku akui sifat dan sikap ku kadang menjengkelkan, aku yang bersumbu pendek seperti tubuh ku yang juga pendek sekitar 165 cm. dan yang paling menyebalkan dari diriku yaitu selalu mengedepankan diri sendiri, tidak terlalu peduli dengan sekitar membuat banyak orang tidak menyukai ku. Berbeda dengan Faisal yang banyak di senangi orang lain karena dia ramah dan terkenal. Tubuhnya tinggi sekitar 180 cm, kulitnya putih bersih, senyumnya yang manis kalau di depan orang-orang, tapi saat bersamaku senyum manis itu seperti iblis yang siap membuat emosiku meningkat. Tapi ku akui dia seperti Idol. Tampan, pantas saja satu sekolah menyukainya. Termasuk para guru.
"Halo nak Faisal! Selamat ya atas kemenanganmu pada olimpiade minggu lalu" Ya. baru saja terlintas di benakku, dan terjadi langsung.
"Oh iya Bu. Terimakasih. Saya duluan-
"Eh tunggu dulu! Tadi pak sam mencarimu tau! Ayo cepat temui beliau"
"Tapi saya mau ke kantin dulu Bu"
"Oh ya sudah, Cepat ya!"
"Iya Bu, terimakasih"
Satu lagi. Selain parasnya yang menawan, prestasinya juga gemilang. Si jenius yang tampan. Ya, kurasa itu julukan yang tepat untuk Faisal yang sempurna. Bisa dibilang dia manusia yang sempurna. Aku sangat iri. aku juga ingin sepertinya.
"Kenapa kau bisa berteman dengan malaikat sepertinya" Kalimat yang sering kudengar ketika sedang bersama Faisal. Aku juga
mempertanyakan hal itu. Aku sadar bahwa aku hanya seperti debu ketika bersama Faisal. Tapi Faisal selalu menjawab
"Kalian iri? Ingat ya iri itu tanda tidak mampu ya hahaha" Dia menjawab sambil tertawa, tapi di dalamnya ada kemarahan. Kenapa dia marah? Dia sakit hati? Harusnya aku, tapi perasaanku sudah rumit dan beban pikiranku sudah bertumpuk. keluargaku selalu menanamkan sikap tidak peduli dan jangan ikut campur orang lain, pikirkan dirimu terlebih dahulu. Tapi kenapa Faisal tidak? Aku benci sikapnya yang selalu memikirkan perasaan orang.
"Hei! kenapa bengong sih? mie ayam nya nanti dingin loh" Faisal menoel pipi ku dengan sumpit. Aku tersadar dari lamunanku dan melirik mie ayam yg berada di hadapan ku.
"Hei kenapa kau pesan mie ayam untuk ku?"
"Kenapa? tidak mau? buat ku saja. Bude Sri sedang pulang kampung, jadi tidak ada soto kesukaan mu. Hanya ada bakso dan mie ayamnya Pakde Mur. Kau kan paling tidak suka yang berlemak seperti bakso. Jadi aku pesankan mie ayam saja" Faisal selalu tahu cara redakan emosiku. Padahal aku hanya diam, tapi dia tahu. Dia sangat peka terhadap sekitarnya dan cepat tanggap. Itu salah satu sifatnya yang kusuka
Saat kami sedang asyik menyantap mie ayam masing-masing, tiba-tiba Cia datang beserta 2 teman nya. Ah jalang satu ini yang suka dekat-dekat ke segala lelaki kini menghampiri meja kami dengan gaya menor nya.
"Faisal.. besok sudah ujian akhir loh! Mau belajar bareng nggak? Kamu kan pintar-
"Maaf aku sudah ada janji belajar bareng dengan Nabil, iya ga Bil?"
Hah.. selain pintar akademis dan fisik, dia juga pintar membual. Aku hanya mengangguk, karena ini sudah seperti peraturan tidak tertulis di antara kami. Selalu saja aku menjadi tumbal jika
ada gadis yang mengajaknya berkencan dan itu yang membuatku dijauhi oleh para gadis. Dan benar saja cia dan teman-temannya itu melihat kesal kearahku dan akhirnya pergi meninggalkan kami.
"Ternyata ini ya penyebab aku tidak punya pacar"
"Hahaha! Tenang saja, kau tidak membutuhkan pacar Karena aku selalu ada untuk mu disini" Kali ini aku serius menampar nya.
"Aw sakit tau! sebagai permintaan maaf mu gimana kalau kita beneran belajar bareng?"
"Tidak ada yang mau minta maaf. dan kau layak menerimanya." Sebelum dia berceloteh lebih lanjut, aku menyumpal mulutnya dengan pangsit.
"Aku bisa belajar sendiri. Dan pikirkan dirimu sendiri" Setelah itu Faisal terdiam dan melanjutkan makan nya. Hingga masuk kelas dia hanya diam.
Satu Minggu lamanya kami telah mengerjakan ujian akhir semester. Rasanya aku sudah tua sekali. Menjadi kakak kelas di tahun akhir SMA ini, kelas 12. Dan hari ini adalah hari penerimaan rapor. Aku merapalkan doa dan berharap semoga aku menjadi peringkat satu. Walau aku tahu selama ini Faisal lah yang selalu menjadi peringkat satu. Pernah suatu hari dia mendengar ambisiku untuk menjadi peringkat satu dan dia ingin mengalah demi diriku. Tapi aku merasa terhina karena dia mengasihaniku dengan begitu rendah dan saat itu pula kami renggang. Sebenarnya aku yang membuat jarak diantara kita. Karena aku tahu, butuh waktu untuk meredam emosiku. Lalu aku berkata;
“Jangan kasihani aku dan tetap menjadi dirimu. Aku akan berusaha sendiri”
Dan benar Ternyata Faisal menjadi peringkat satu lagi. Dia benar-benar menuruti perkataanku waktu itu. Tapi kenapa aku sendiri yang merasa sedih dan kecewa? Padahal aku yang
berkata seperti itu padanya. Harusnya aku menerima.. tapi emosi duluan menyerang diriku. Kami kembali renggang dan faisal memberikan ruang dan waktu untukku, karena dia mengerti.
“Bil ada temanmu nih! ayo keluar, jangan di kamar mulu”
Teriakan ibu menghancurkan hari liburku yang panjang ini. Dan siapa pula teman yang mengunjungiku? Faisal? Tidak mungkin, dia sedang pergi bersama keluarganya. Aku membuka pintu dan melihat lelaki dengan jaket hitam dan celana jeans panjang.
“Siapa?” dia menarik lenganku untuk mengikutinya keluar. Tentu saja aku menolak dan berusaha melepas tangannya, tapi dia menyodorkan dua permen kaki pada ku. Faisal? Kenapa dia ada disini? Aku memakai sandal dan mengikutinya. Kenapa? Ada apa? Bukan nya dia ke jakarta untuk bertemu keluarga nya? Kenapa dia disini? Beribu pertanyaan seperti hujan yang deras memenuhi pikiran ku.
Sampailah kami di taman komplek rumah ku. Kami masih berdiam diri di ayunan yang sedikit bergoyang. Aku ingin memecah keheningan dengan bertanya. Tapi Faisal Masih diam, menundukkan kepala nya. Aku tidak bisa melihat wajah Faisal dari tadi. Ada apa?. Kenapa? Sebelum aku bertanya, dia membuka suara duluan. Dan 2 kalimat yang keluar Dari mulut nya berhasil membuat ku terbeku. Aku ingin merangkul Faisal, tapi aku tau kesamaan diantara kami berdua. Sama-sama tidak ingin dikasihani. Jadi aku membiarkannya menangis, terlihat dari punggung nya yang bergetar walau aku tidak dapat melihat wajah nya. Tapi aku dapat merasakan kesedihan nya. Dan yang paling membuat ku terkejut ketika dia mulai menceritakan semua nya.
Cerita itu dimulai sejak SMP tahun pertama, ketika kita bertemu untuk kedua kalinya. Pertama ketika duduk di bangku
sekolah dasar kelas 6 semester 2. Aku pikir bocah gila mana yang pindah sekolah di tahun akhir begini? Faisal hanya bilang karena orang tuanya dipindah tugaskan di daerah ini dan akhirnya pindah ke sekolahku. Pada waktu itu dia sangat murung, tidak pernah mengerjakan tugas, dan sangat tertutup, tidak bergaul dengan siapa pun. Dan pada saat itu aku selaku ketua kelas diperintahkan untuk menemani dan berteman dengan Faisal. Saat itulah kami mulai berteman dan semakin dekat. Kala itu aku masih menjadi peringkat satu. Saat SMP kami satu sekolah lagi dan saat itu dia berubah menjadi periang. Bukan hanya kepribadiannya yang berubah, namun penampilannya juga ikut berubah dan prestasinya pun juga berubah. Dia selalu ikut olimpiade, pertandingan dan lain-lain. Saat kutanya kenapa; dia hanya menjawab
"untuk menambah uang saku ku" sambil tersenyum. Waktu itu aku tidak terlalu peduli, karena itu urusannya.
Dan saat ini dia sedang menceritakan kalau ibunya menderita penyakit tumor payudara dan tumor itu harus segera diangkat. Operasinya membutuhkan uang dan karena itu 'uang saku' yang dia maksud untuk mengobati ibunya. Dimana ayahnya? Dia saja juga tidak tahu. Ada pamannya yang membantu kehidupannya. Tapi untuk mengobati ibunya dibutuhkan uang lebih. Aku baru mengerti kenapa dia selalu berusaha untuk menang dalam perlombaan yang dia ikuti. Meningkatkan prestasinya agar mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. Dan aku merasa bersalah karena selalu merasa kesal saat dia berprestasi. Seharusnya aku mendukungnya, tapi aku malah menjauhinya. Di hari penerimaan rapor waktu itu dia bilang akan pergi Jakarta bersama keluarganya, dan aku kira mereka hanya berlibur bersama. Ternyata mereka ke Jakarta untuk mengobati ibunya. Dan dia kembali pulang ke sini karena ibunya tidak bisa tertolong.
"Ibuku meninggal" dua kata yang sukses membuatku terbeku,
dua kata yang membuatku runtuh, sedih, dan ingin sekali memeluk Faisal. Sudah 3 hari yang lalu katanya, berarti sudah disemayamkan.
Aku berniat mengajaknya untuk melayat ke makam ibunya, tapi dia bilang;
"Kau tidak usah ikut bersedih, kau seharusnya bahagia saja. Daripada bersedih ke makam ibu, lebih baik kita jalan-jalan keliling kota saja. Kita seharusnya berbahagia, bukan bersedih."
"Tapi memiliki perasaan tidak akan membunuhmu kok. Bersedih itu perlu dan bahagia itu juga perlu. Jangan membuang sisi kemanusiaanmu untuk selalu bahagia, Bersedih itu perlu."
SELESAI
Shofi Nabilla
Jambi, 2 November 2022.
Perkenalkan nama saya Shofi Nabilla seorang remaja yang lahir di Jambi pada 26 November 2007, berarti saya sedang duduk di bangku smp kelas 3. Saya suka sekali membaca, terutama karya Tere Liye. Buku kesukaan ku dari karya beliau adalah Tentang Kamu dan Pulang Pergi. Bagi siapa saja yang memiliki kesukaan yang sama dengan ku, boleh mengobrol denganku di akun sosial media instagram ku @atpfaen. Dan tentu saja seperti hobi saya yang suka membaca, saya juga bercita-cita untuk bisa membuat karya berupa tulisan seperti Tere Liye. Tulisan nya menyelamatkan banyak orang dari kebosanan dan bahkan orang yang sudah menyerah akan hidup mereka kembali hidup setelah membaca tulisan beliau. Cita-cita saya sebagai penulis mulai saya kembangkan dengan membuat cerpen dan antologi bersama teman KPA (Kelas Pena Anak) yang di bombing oleh kak Deudeu Desmiati. Dengan dibimbing oleh beliau saya sudah menerbitkan 3 buku antologi yang berjudul; My School My Adventure, Aku Tidak Takut dan Bait Cinta Untuk Negriku.