Namanya Bunga, gadis kecil yang cantik. Ia bagaikan bunga mawar yang selalu indah setiap kali mekar. Rambutnya yang panjang dan matanya yg indah. Ia memiliki dua saudara laki laki. Dan berasal dari keluarga sederhana. Ia anak yang rajin dan pintar. Ia juga anak yang pemalu dan cengeng. Akan tetapi, Ia selalu ceria walaupun memiliki banyak masalah di hidupnya. Ia anak yang tidak mau membebani orang tuanya. Ia selalu berusaha untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Tapi, suatu hari terjadilah pertengkaran antara ayah dan ibunya, bagaikan duri yang menancap di batang bunga mawar.
***
Pranggg!!! Terdengar suara piring yang jatuh. Bunga yang sedang belajar pun seketika mengintip keluar kamar. Ia melihat ayah dan ibunya sedang bertengkar beradu argumen.
"Bapak apa apaan sih ngelempar piring segala." Kesal ibu
"Kamu itu apa apaan bu!! Bukannya masak malah asik nonton TV." Marah ayah. "Cuma masalah itu, bapak sampai ngelempar piring."
"Ya, karena aku ini lapar dan kamu belum masak sama sekali." Tegas ayah.
Bunga yang melihat kedua orang tuanya bertengkar, merasa hatinya sedih. Ia sudah lama melihat kedua orang tuanya bertengkar cuma hanya masalah kecil. Tapi ia harus tetap kuat menahan semua masalah yang ada di keluarganya.
Pada suatu hari, Bunga mendapatkan juara dalam mengikuti lomba di sekolah. Ia tentu bahagia dan memperlihatkan pada ayah dan ibunya.
"Ibu ibu lihat ini! Bunga mendapat juara 1 lomba melukis di sekolah tadi." Kata Bunga, sambil menunjukkan hadiah yang ia dapatkan tadi.
"Wahh, bagus sekali nak! Ibu bangga padamu." Jawab ibu dengan bangga. "Biasa aja tu menurut ayah." Kata ayah cuek.
"Pak, kamu gak boleh gitu sama anak kamu. Seharusnya kamu memberinya selamat." Tegas ibu.
"Apa ya yang mau diberi selamat kalau cuma mendapatkan juara 1 disekolah. Kalau mau mendapatkan selamat itu minimal tingkat nasional." Ketus ayah.
"Pakk!! Kamu ini memangnya tidak mau menghargai usaha anak kamu. Coba sekali saja kamu hargai anak kamu ini." Tegas ibu.
"Terserah kamu saja lah bu. Pokoknya bapak tidak mau memberi selamat ke anak banggakan kamu ini." Ucap ayah sambil menunjuk ke arah Bunga.
"Ya sudah ibu, tidak apa apa. Kalau begitu Bunga masuk kamar dulu." Ujar Bunga lesuh. "Kalau begitu kamu istirahat saja ya nak." Saran ibu.
"Baik ibu." Jawabnya.
Sesampainya Bunga di kamar, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Ia lelah harus berdebat dengan ayahnya yang sama sekali tidak menghargai dirinya. Sekeras apapun yang ia lakukan tidak akan terlihat dimata ayahnya.
"Abang, kalian kapan pulang?." Gumam Bunga sambil melihat atap kamarnya.
"Abang, Bunga capek disini sendirian. Bunga capek harus ngadepin ayah." Ucap Bunga.
Ya, Bunga sangat dekat dengan kedua abangnya. Tapi sayangnya, abangnya harus bekerja di kota lain. Dan kini, tinggallah ia sendirian di rumah bersama ayah dan ibunya.
Bunga yang sedang memikirkan abangnya, seketika mengingat masa lalu yang kelam. Disaat kecil, ia sering sekali dipukuli oleh ayahnya menggunakan sapu lidi.
"Cukup pak, cukup!!" Teriak ibu.
"Gak bisa bu, anak kamu yang satu ini harus dikasih pelajaran." Ucap ayah sambil terus memukuli Bunga dengan sapu lidi.
"Ampun ayah, ampun!!" Mohon Bunga.
"Enak saja, kamu itu harus dikasih pelajaran. Gara gara kamu ayah jadi malu." Kata ayah.
Bunga jadi teringat, ia dipukuli hanya gara gara tidak sengaja mendorong temannya saat itu. Ia jadi senyum senyum sendiri mengingat hal itu.
Tak lama kemudian, keluarlah air dari sudut mata Bunga. Ia begitu sakit mengingat hal yang terjadi di masa lalu. Bunga pun semakin menangis menjadi-jadi, mengingat masa lalunya yang kelam atas perbuatan ayahnya hingga kini.
Bunga tidak tau kalau kini ibunya sedang mengintip di depan pintu kamar nya. Ibu Bunga pun merasa sedih melihat anak seperti ini. "Sayang, maafin ibunya. Ibu tidak becus menasehati ayahmu dengan baik." Gumam ibu, sambil menahan air matanya agar tidak jatuh.
Lama Bunga menangis, tetapi sang ibu masih setia memperhatikannya. Tak lama kemudian, Bunga tertidur dengan mata yang sembap akibat menangis tadi. Ibunya pun mulai masuk ke kamar bunga, ia menyelimuti dan mencium kening bunga. Setelah itu, ibu langsung keluar kamar dan menutup pintu kamar.
***
Keesokan harinya, Bunga seperti biasa bersiap bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia melihat pantulan wajahnya di cermin. Matanya yang sembap, wajah pucat, ya itu lah penampilan Bunga sekarang. Ia segera mengambil beberapa make up untuk menutupi semua itu, karena ia tidak mau ketahuan nangis semalaman oleh ibu dan ayahnya.
Bunga pun keluar dari kamarnya, menuju ruang makan. Ia melihat bahwa ayah dan ibunya sedang perang dingin. Ia bisa merasakannya dari suasana di meja makan ini.
"Ayo sayang di makan makanannya. Biar nanti kamu pas di sekolah tidak lapar dan kamu bisa fokus belajar." Rayu ibu.
"Ehhh, iya ibu." Jawab Bunga dengan terpaksa.
Bunga melihat ayahnya yang sedang makan dengan wajah biasa tanpa ekspresi. Begitupun sebaliknya. "Kenapa kamu lihat-lihat ha?" Ketus ayah.
"Tidak, siapa juga melihat wajah ayah yang menyeramkan itu." Jawab Bunga dengan santai, sambil memasukkan makanan ke dalam mulut nya.
"Kamu mulai beraninya dengan ayah. Jawab pertanyaan orang tua itu harus sopan. Bukan seperti tadi." Kesal ayah.
"Terserah Bunga lah. Mulut mulut Bunga, kenapa ayah yang ngatur." Tegas Bunga. "BUNGA!!, KAMU!!!" Kata ayah sambil menunjuk bunga.
"Kenapa? Ayah gak terima? Seharusnya ayah sadar, sikap ayah yang keras kayak gini, sama saja bikin sikap Bunga berubah." Marah Bunga.
"Sudah, sudah, CUKUP!!!" Lerai ibu.
"Kenapa? Kamu mau membela anakmu yang kurang ajar ini kan?" Kata ayah dengan tegas. "Dengar ya pak, dia itu anak kamu juga. Benar kata Bunga, dengan sikap kamu yang keras ini, bisa mendidik sikap Bunga menjadi lebih tegas." Jelas ibu.
"Terus saja, TERUSS!! Silahkan kamu bela anak kamu ini, saya capek bertengkar dengan kamu." Jawab ayah, sambil meninggalkan ruang makan.
"Ibu, apa Bunga salah bersikap tegas sama ayah? Bunga lelah bu, dengan semua sikap ayah pada Bunga dari kecil." Tanya Bunga, sambil menahan tangisnya agar tidak pecah. "Tidak nak. Bunga sudah benar, tapi ayah saja yang masih keras kepala." Jawab ibu sambil mengusap punggung Bunga.
"Ya sudah lebih baik Bunga berangkat ke sekolah saja ya." Nasehat ibu.
"Iya ibu. Bunga pamit dulu. Assalamu'alaikum." Pamit Bunga sambil mencium tangan ibu. "Waalaikumsalam. Hati hati ya." Jawab ibu.
Bunga pun pergi ke sekolah dalam keadaan sedih yang tak bisa diungkapkan.
***
Sesampainya disekolah, Bunga duduk dengan muka yang terlihat pucat. Bel masuk pun berbunyi. Guru mapel pun sudah dikelas.
"Selamat pagi semuanya." sapa ibu guru. "Pagi bu..." sahut mereka, kecuali Bunga.
"Bunga, kamu kenapa? Kamu sakit nak?" tanya ibu guru kepada Bunga.
"Tidak Bu." Jawab Bunga.
"Tapi, wajah kamu pucat, nak." Jelas ibu guru.
"Tidak apa-apa kok bu." kata Bunga.
"Ya sudah kalau begitu. Kita lanjut belajar ya anak-anak." ajak ibu guru.
Belum pergantian mata pelajaran, hidung Bunga mengeluarkan darah (mimisan). Bunga kaget, ada darah yang keluar dari hidungnya.
"Bu.., hidung Bunga berdarah." Kata teman Bunga, yang melihat hidung bunga mengeluarkan darah.
"Astaghfirullah, cepat kita ke UKS sekarang." Kata Ibu guru sambil cepat membawa bunga ke UKS.
Tapi, sebelum sampai di UKS, Bunga sudah pingsan duluan. Hal itu membuat bu guru dengan cepat membawa Bunga ke UKS, dan memanggil dokter UKS.
"Sepertinya kita harus bawa kerumah sakit anak ini. Takutnya ada penyakit serius." Kata dokter UKS.
"Baiklah, saya akan membawanya ke rumah sakit sekarang juga." Jawab ibu guru sambil menggendong Bunga masuk kedalam mobil.
Sesampainya dirumah sakit, Bunga langsung dimasukkan kedalam ruang UGD. Ibu guru langsung menelpon ibunya Bunga.
"Hallo, assalamu'alaikum." Sapa ibu guru
"Waalaikumsalam, ada apa ya ibu guru sampai menelpon saya pagi pagi ini?" Tanya ibunya Bunga.
"Gini bu, Bunga sekarang lagi dirumah sakit." "Astaghfirullah, kok bisa anak saya dirumah sakit bu?"
"Bunga tadi mengalami mimisan disekolah, dan sempat pingsan juga. Apa ibu bisa ke rumah sakit sentosa sekarang bu?." Jelas ibu guru.
"Baik, saya segera kesana sekarang." Jawab ibu Bunga.
Ibu Bunga pun segera bergegas ke rumah sakit. Ketika sampai, ia langsung bergegas ke UGD. Dan pada saat itu dokter keluar setelah memeriksa Bunga.
"Dokter apa anak saya baik-baik saja?" Tanya ibu Bunga kepada sang dokter.
"Dengan berat hati, saya mengatakan kalau Bunga mengidap penyakit kanker darah stadium akhir." Kata dokter.
"APA? Dokter gak mungkin bercandakan? Anak saya selama ini baik baik saja." Ucap Ibu Bunga tak percaya.
"Mungkin tidak terlihat gejala-gejalanya bu, tapi ini mungkin saja terjadi." Jelas dokter.
Bagaikan pohon kesambar petir, tangis ibu Bunga pun pecah, ia menangis sekencang kencangnya tak peduli terhadap orang yang berlalu lalang melewati nya. "Ya allah, ujian apa lagi ini." Gumam ibu Bunga dalam hati.
***
Bunga menjalani terapi selama berbulan-bulan semenjak ia dinyatakan mengidap penyakit kanker darah. Bunga sebenarnya capek dengan semua ini, dia harus bertahan melawan penyakitnya demi ibunya. Sementara ayah nya? Bunga sudah tidak peduli lagi, ayah nya telah menghilang selama pertengkaran itu.
Ting! Tong! Ting! Tong!
Ibu membuka pintu, ia terkejut melihat suaminya yang selama ini menghilang datang kembali.
"Kenapa? Tidak perlu kaget. Saya disini hanya akan menjemput Bunga untuk pergi dari rumah itu." Jelas ayah, hingga terdengar ke Bunga pada saat itu yang berdiri mematung. "GAK! AKU GAK MAU IKUT SAMA AYAH." Tegas Bunga.
"HARUS!! KAMU HARUS IKUT DENGAN AYAH." Marah ayah sambil menarik paksa tangan Bunga.
"Lepas yah, sakit!! Bunga pusing…" Lirih Bunga.
"Pak lepasin Bunga, dia lagi sakit jangan kamu paksa." Kata ibu.
"Kamu sakit? Bagus deh, semoga kamu cepat mati." Ucap ayah sambil menekankan kata kata "cepat mati".
Bunga mendengar itu sedih, seakan dunianya ikut runtuh saat itu juga. Apa ayahnya menyumpainya untuk cepat mati? Kepala Bunga semakin pusing dan pandangannya mulai buram. Darah segar pun tak luput mengalir dari hidungnya. Dan seketika Bunga pingsan ke lantai.
"BUNGAAA.." Teriak ibu.
"Puas kamu sekarang. Anak kamu ini lagi sakit kanker darah stadium akhir." Jelas ibu kepada ayah.
"Apa? Itu tidak benarkan? Sayang maafin ayah, ayah menyesal dengan sikap ayah ke kamu nak. Kamu bangun ya sayang." Lirih ayah sambil memangku badannya Bunga yang sudah dingin.
"Cepat bawa ke rumah sakit." Pinta ibu.
Ayah dengan cepat membawa Bunga ke rumah sakit. Namun setelah sampai, nyawa Bunga tidak tertolong lagi, karena tubuhnya sudah tidak dapat bertahan lagi melawan penyakitnya.
"PUAS KAMU PAK! PUASS!! LIHAT ANAK AKU JADI KORBANNYA KARENA DIA
TERTEKAN MEMILIKI AYAH SEPERTI KAMU." Teriak ibu sambil terisak menangis. Dan ayah hanya diam.
"Bunga, jika waktu bisa diputar kembali. Ayah gak akan keras kepala lagi terhadap kamu. Dan ayah gak akan membiarkan kamu menderita dengan penyakit kamu. Ayah menyesal Bunga, ayah menyesal… " Gumam ayah sambil memegang dadanya yang sesak.
Yah, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Mau meminta maaf pun sudah tidak bisa lagi. Ingat!! Penyesalan selalu datang di akhir bukan diawal. Sayangi orang yang berharga dalam hidup kita. Jangan sampai kita menyesal suatu hari nanti.
JAMBI, 17 NOVEMBER 2022
Desita Putri Maharani, seorang pelajar kelas IX SMPN 18 Kota Jambi. Yang lahir di Jambi, 29 Desember 2008. Anak terakhir dari 3 bersaudara. Dan memiliki hobi menggambar.
No wa : 089515024506