Sambo salah satu temanku saat sekolah SMA. Dia orangnya sederhana, baik, jujur dan murah senyum. Dia hidup dalam kesederhanaan, tapi dia selalu bersyukur. Pekerjaan kedua orang tuanya sebagai tukang sapu jalan di daerah Ngawi. Rumah Sambo dan daerah Ngawi lumayan jauh sekitar satu jam perjalanan. Orang tua Sambo selalu berangkat pukul 04.00 agar tidak telat sampai ke tempat kerjanya.
Karena orang tuanya selalu berangkat pagi, Sambo harus menyiapkan sarapan sendiri, karena orang tuanya hanya memasak untuk bekal mereka sendiri. Dikarenakan kelurga Sambo tidak cukup makanan, jadi kadang Sambo tidak sarapan. Di sekolah pun Sambo tidak membeli jajanan di kantin seperti anak-anak lainnya. Dia hanya minum air putih saat istirahat untuk menunda laparnya. Aku datang menemuinya.
"Hei Sambo, kamu tidak jajan?" Ucapku saat itu.
"Tidak, aku sedang menghemat uang" Sambo menjawab pertanyaanku.
Aku jadi merasa iba dengan Sambo. Aku memberi sedikit uang sakuku. Karena aku tahu Sambo tidak mempunyai uang untuk membeli jajan. Saat aku ingin memberi sedikit uang sakuku, Sambo menolaknya. "Tidak usah, aku tidak mau merepotkan orang lain" Sambo berkata seperti itu.
Setelah beberapa kali aku ingin memberi uang sakuku dan dia menolak. Akhirnya dia mau menerima pemberianku. Lalu, aku pergi meninggalkan Sambo. Aku tahu saat itu Sambo tidak memakai uang yang kuberi untuk membeli jajan di kantin, tapi ia menyimpan uang itu untuk membeli sayur dan memasaknya di rumah.
Keesokannya harinya, saat waktu istirahat anak-anak yang lain sedang berjalan menuju kantin dan hanya Sambo lah yang ada di dalam kelas. Saat ada satu anak yang kembali ke kelas sehabis dari kantin, dia langsung pergi ke tempat duduknya dan langsung ingin mengambil handphone di dalam tasnya. Akan tetapi dia tidak menemukan handphone nya di dalam tasnya. Dia panik, dan langsung menghampiri Sambo.
"Hei Sambo!!" Dia berkata dengan nada marah. "Kamu kan yang mencuri handphone ku" Lanjut dengan berkata seperti itu.
"B... B... Bukan aku, Jibran" Nama anak yang menuduh Sambo adalah Jibran.
Jibran dikenal sebagai "Rich Bran" Karena Ayahnya adalah pemilik dari perusahaan pertambangan terbesar di daerah Sinar Jaya. Sinar Jaya adalah tempat tinggal ku dan juga Sambo. Jibran adalah orang yang paling di takuti di sekolah, karena Ayahnya Jibranlah yang mendanai sekolah tersebut. Saat menyumbang dana ke sekolah itu, Ayahnya Jibran berkata "Karena saya yang menyumbang sebagian dana sekolah ini, jadi kalian harus patuh terhadap saya. Kalau tidak patuh saya akan menghancurkan sekolah ini. "
Saat di fitnah, Sambo membela diri. "Bukan aku yang mengambilnya Bran" Sambo berkata. Jibran yang saat itu kesal. Langsung menonjok Sambo, Sambo hanya bisa terdiam. Jibran masih memukuli Sambo, Sambo yang telah kesal langsung menonjok muka Jibran dengan keras. Hingga hidung jibran mengeluarkan darah. Jibran langsung di bawa ke UKS.
Pada saat itu Ayah Jibran mendengar berita itu, ia bergegas ke sekolah anaknya. Dia menemui anaknya yang terbaring di UKS. "Sambo yang melakukan semua ini Ayah" Jibran berkata ke Ayahnya. Ayah Jibran langsung menemui Sambo, ia membawa kasus ini ke jalur hukum. Ayah Jibran sangat menyayangi anaknya, meskipun anaknya yang salah ia tetap membelanya. "Kamu harus ikut saya, kamu harus mendekam di penjara untuk waktu yang lama" Ucap Ayah Jibran.
Saat dipersidangan, Ayah Jibran menyewa pengacara yang mahal untuk membela anaknya. Sedangkan Sambo? Tak ada satupun orang yang menemani. Sidang pun berlangsung, pengacara yang di sewa Ayah Jibran langsung membela Jibran. Padahal sudah jelas-jelas Jibran yang salah. Sambo hanya bisa terdiam, dia tak bisa berkutik sedikit pun.
Hakim pun memberi vonis ke Sambo, namun dihentikan oleh dua orang. Orang itu berpakaian rapi, jas hitam, kacamata hitam, dan sepatu hitam. Pakaiannya serba hitam. Sambo pun terheran, dia tidak pernah menyewa pengacara ataupun sejenisnya. Sambo pun bertanya "Kalian siapa? ". Kedua orang tadi membuka kacamatanya. Ternyata itu adalah kedua orang tua Sambo. Sambo pun kaget, ia baru mengetahui kedua orang tuanya pengacara kelas atas. Sambo pun berhasil bebas dari vonis hukuman, ia bahagia sekali. Namun tidak dengan Ayahnya Jibran, ia langsung memanggil semua anak buahnya ke tempat persidangan.
"Lihat saja kalian, aku akan menghancurkan tempat ini beserta kalian semua" Ayah Jibran berkata dengan nada marah.
Saat anak buah Ayah Jibran datang, ia langsung menyuruh untuk menghabisi tempat ini beserta isinya. Anak buahnya pun langsung menghancurkan tempat itu. Para hakim dipukuli hingga sekarat. Kedua orang tua Sambo pun tak diam, ia langsung membalas anak buahnya Ayah Jibran.
Sambo terheran dia baru mengetahui bahwa kedua orang tuanya ahli dalam bela diri. Selain ahli dalam bela diri, kedua orang tua Sambo juga seorang anggota FBI (BIRO INVESTIGASI FEDERAL). Kedua orang tua Sambo sudah sejak lama memata-matai Ayah Jibran. Karena Ayah Jibran melakukan pertambangan ilegal, tanpa seizin Pemerintah.
Keadaan mulai terdesak, kedua orang tua Sambo mulai kewalahan. Saat keadaan sangat terdesak, tiba - tiba anggota FBI yang lain masuk dan menghalangi anak buah Ayah Jibran. Anggota yang lain itu dipimpin Johan, senior di FBI. Ayah Jibran yang melihat kejadian itu langsung mencoba melarikan diri. Tapi, ia berhasil ditangkap oleh salah satu anggota FBI.
Sejak kejadian itu, Jibran jatuh miskin. Ia berhenti sekolah karena perusahaan tambang Ayahnya disita oleh pihak berwajib. Jibran menjadi gelandang, ia tidur di pinggir jalan, tak punya rumah, tak punya apa pun.
Sambo pun hidup bahagia di Amerika, karena tugas orang tuanya sudah selesai. Ia hidup dalam kemewahan tapi ia selalu rendah hati dan tidak sombong. Berbeda dengan Jibran, sekarang ia sakit - sakitan tapi tak ada yang merawatnya.
Beberapa tahun kemudian Sambo menikah dengan wanita yang ia cintai. Dia hidup bahagia dan dikaruniai dua orang anak.
~~TAMAT~~
Sekolah, 3 November 2022
Namaku Putra Wardhani, aku lahir pada tanggal 21 Oktober 2008. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku lahir di Kota Jambi, dan besar di Kota Jambi. Saat ini, aku bersekolah di SMP NEGERI 18 KOTA JAMBI.