FIRASAT IBU
KARYA : SIMATUPANG, KEYALICE NATALIE
KARYA : SIMATUPANG, KEYALICE NATALIE
Di suatu sore yang indah, air danau mengalir dengan tenang dan angin berhembus sepoi-sepoi. Seorang anak dan ibu sedang bersantai menikmati pemandangan sore itu.
“Ibu, ayo kita berenang di danau ini !” kata sang anak.
“Hmmm, sepertinya danau ini dalam nak, nanti kamu bisa tenggelam.” Jawab Ibu khawatir. “ayolah Ibu...lihat, air danaunya tenang dan dangkal, tidak mungkin kita tenggelam di sini. “
Tanpa mendengarkan persetujuan ibunya ia langsung melompat dan masuk ke danau itu. Ia berenang- renang dan memercikkan air ke ibunya seolah-olah mengajak ibunya untuk berenang bersamanya. “Ibu, ayo berenang bersamaku, ini sangat seru!”, desak sang anak.
Si Ibu yang tadinya khawatir jika danau itu dalam, akhirnya luluh mendengarkan perkataan anaknya dan ikut masuk ke danau itu. Sambil berenang, Sang Ibu mencari kutu di rambut anaknya. Meraka bercanda ria.
“Ayo kejar aku ibu! “ , sang anak berenang menjauhi tepi danau. “Nak, jangan jauh-jauh nanti ada ulat atau buaya!”, teriak Ibu.
Tanpa disadari ternyata dugaan ibu benar, air danau menjadi bergelembung-gelembung.
“Nak, ayo segera ke tepi...”, firasat Ibu sudah tidak enak, ia menjadi cemas namun sang anak malah sibuk bermain ranting dan daun sambil menepuk-nepuk air.
Tiba-tiba sosok dengan mata menyala dan tatapan mengerikan muncul di permukaan air. “B........ buaya??!!”
Sontak sang anak kaget bukan main dan langsung berbalik arah. Sangking kagetnya, ia sampai tersandung batu di dalam air hingga masuk ke dasar danau. Tentu saja sang ibu tidak tinggal diam, ia langsung menyelam untuk menyelamatkan anaknya yang jaraknya agak jauh dari dia. Ia berusaha sebisanya namun ditengah perjalanan, ia tak dapat menemukan anaknya. Tiba-tiba air perlahan mengeluarkan sesuatu berwarna merah.
“I....ini tidak mungkin.. ”, dalam hati ibu.
Merasa anaknya masih di danau ini, sang ibu pun meminta pertolongan dan menepi ke darat. Kebetulan ada beberapa warga yang melewati tempat itu dan melihat ibu yang meminta pertolongan tersebut.
“Pak, Bu, tolong bantu saya, anak saya tenggelam.. ”, kata ibu yang wajahnya sudah pucat.
Bukannya menolong, para warga hanya memperhatikannya dan ibu-ibu di sana menggosipinya. “Makanya, jangan berenang di sana, tuh kan tau rasa anaknya tenggelam”, ejek salah seorang ibu berbaju hitam tanpa merasa bersalah.
Mendengar perkataan tersebut, sang ibu terdiam kaku, ia tak dapat berkata-kata. Mereka tidak ada yang peduli dengan keadaan anaknya dan hanya menjadikannya tontonan. Sementara itu buaya yang mengejarnya semakin mendekat.
“Mungkin dia menunggu untuk menjadi santapan buaya seperti anaknya”, ibu baju hitam kembali menimpali.
“Tidak, anakku masih hidup! Dia tidak mungkin dimakan buaya!” “Hahaha”, para ibu hanya menertawakannya.
Mirisnya, ada beberapa remaja yang malah merekam kejadian tersebut dan menunggu hingga ibu itu dilalap buaya.
Dengan tatapan kosong, sang ibu menyelam dan naik ke tepi danau. Kemudian merampas handphone seorang remaja yang sedang merekamnya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan keadaan anaknya sekarang, ia seperti dirasuki. Tanpa diduga, ia mendorong remaja yang sejak tadi merekamnya hingga terjungkal ke danau.
"Byuuuuuurrrrr...."
Buaya yang sudah sampai di tepi danau langsung melahap daging segar itu. “Anakkuuuuuuu!”. Ibu baju hitam yang tadi menggosip menjadi syok ketika melihat anaknya didorong oleh ibu yang ia gosipkan.
“Siapa saja cepat selamatkan anakku!”, ibu baju hitam teriak histeris, ia memaksa warga untuk menolong anaknya yang tinggal setengah badan. Tentu saja tak ada yang mau dan berani melawan buaya ganas tersebut. Ibu baju hitam kini hanya bisa menangis sejadi-jadinya meratapi anaknya.
“Hahaha” ibu yang merampas handphone anaknya kini berbalik menertawakannya dan merekamnya.
“Kau sudah gila ya? Kau baru saja menghilangkan nyawa anakku dan sekarang kau malah memvideokannya? Manusia macam apa kau?!” Tanpa menjawab pertanyaan ibu tersebut, ia terus memvideokannya sambil tertawa puas. Ibu baju hitam menjadi naik pitam, ia menjambak rambut ibu yang mengejeknya hingga perkelahian tak dapat dihindarkan. Lagi dan lagi warga hanya diam saja dan tidak ada yang berinisiatif untuk menengahi keduanya.
“Hei! Mengapa tidak ada satupun dari kalian yang bisa melerai kami? Dasar tidak berguna!”, ucap ibu baju hitam yang sudah babak belur. Ia melemparkan batu ke arah warga sebagai tanda emosinya. Kali ini warga tidak tinggal diam, mereka jadi saling lempar-lemparan batu. Suasana menjadi tak terkendali, tak ada satupun yang terelak dari batu yang mengenai kepala mereka sampai terdengar suara seseorang yang menghentikan sejenak kegilaan warga tersebut.
“Berhenti!”, ucap seorang anak yang sejak tadi memperhatikan kejadian itu dengan luka bekas gigitan buaya yang masih terus mengeluarkan darah.
“ Anakku! Kau baik-baik saja!”, meski sang ibu luka-luka akibat lemparan batu, namun ia tetap berlari dan memeluk anaknya. “Ibu percaya kau masih hidup nak”.
Para warga hanya bisa melongok dan bengong melihat kejadian itu.
“A.. pa? bagaimana mungkin anakmu masih hidup.”, ucap ibu baju hitam tak percaya.
“Maafkan saya ya bu, aku berjanji akan selalu mendengarkan perkataan ibu,” kata sang anak. Ibu baju hitam tak terima jika anaknya mati begitu saja. Ia menarik tangan ibu dan anak yang sedang berpelukan tersebut.
“Ada apa ini? Mengapa kau menarik tangan ibuku?” sang anak terheran-heran.
“Ibumu ini sudah menghilangkan nyawa anakku! Dia harus dipenjarakan!” jawab ibu baju hitam emosi.
“Hah?! Apakah itu benar bu?” tanya sang anak tak percaya.
Ibu itu diam, ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan tampak menyesali perbuatannya. Anaknya sedikit kecewa namun tiba-tiba sang ibu berkata” Maafkan saya ya bu, saya tadi khilaf, saya siap untuk diadili. Ibu baju hitam tersentak. Ia mulai manyadari bahwa dirinyalah yang membuat awal permasalahan. Jika ia tidak mengejek dan menolong ibu tadi menyelamatkan anaknya yang tenggelam, mungkin anaknya tak akan berakhir tragis.
“Saya yang seharusnya minta maaf bu, maafkan saya tadi sudah menghina ibu.“
Ibu baju hitam meminta maaf kepada ibu dan warga, mereka akhinrnya saling memaafkan.
Namun, nyawa seseorang harus tetap dipertanggungjawabkan. Sang ibu tetap dipenjarakan tetapi diringankan hukumannya menjadi beberapa bulan. Dengan peristiwa tersebut, kini sang anak berubah menjadi mandiri dan lebih baik lagi. Tak lupa ia selalu menjenguk ibunya hingga mereka dapat bertemu dan bercanda ria kembali menikmati pemandangan sore.
Jambi, 4 November 2022
Simatupang, Keyalice Natalie seorang siswi SMPN 18 Kota Jambi Hobi menggambar dan menulis
Email : simatupangkeyalicenatalie@gmail.com